Bahan Kimia Berbahaya Dalam Makanan Kita |
Di zaman serba instant
sekarang ini, untuk mendapatkan makanan yang juga instant sangat banyak
ditemukan di supermarket. Dan harganya pun relatif murah, terjangkau untuk
semua kalangan. Mulai dari snack atau makanan ringan, soft drink yang
menyegarkan, makanan instant yang mudah dan cepat cara memasaknya. Hal ini
sangat membantu kita yang mempunyai mobilitas tinggi, di jaman yang serba
canggih ini.
Kemajuan
ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat diberbagai bidang, termasuk dalam
bidang pangan, kemajuan teknologi ini membawa dampak positif maupun negatif.
Dampak positif teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas
pangan, juga meningkatkan diversivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih
ekonomis. Dampak negatif kemajuan teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi
kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya. Zat
aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk
tersebut (Anonimous 2000).
Dari
berbagai senyawa pembangkit citarasa yang beredar bebas di pasaran seperti
misalnya MSG, 5 nukleotida, maltol (soft drink), dioctyl sodium sulfosuccinate
(u
World
Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO)
menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan
manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu :
1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh,
2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan,
3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh. Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh,
2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan,
3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh. Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
MSG dan Kesehatan Masyarakat
Pada
tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG sebagai
”generally recognized as safe” (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus.
Kemudian pada tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat
badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum ada data
pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari
12 minggu (Anonimous 2003). Dari penelitian yang telah dilakukan selama lebih
dari 20 tahun oleh para scientis bahwa MSG aman untuk dikonsumsi, sejauh tidak
berlebihan termasuk pada wanita hamil dan menyusui.
Pada wanita hamil dan
menyusui
Hasil
penelitian menunjukkan, glutamat hanya akan menembus placenta bila kadarnya
dalam darah ibu mencapai 40 – 50 kali lebih besar dari kadar normal. Itu
artinya mustahil kecuali glutamat diberikan secara intravena. Sementara kalau
ibu menyusui menyantap MSG 100 mg/kg berat badan, mungkin kadar glutamat dalam
darahnya akan naik, tetapi tidak dalam ASI.
Batasan aman yang
pernah dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization),
asupan MSG per hari sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat badan. Jadi, jika berat
seseorang 50 kg, maka konsumsi MSG yang aman menurut perhitungan tersebut 6 gr
(kira-kira 2 sendok teh) per hari. Rumus ini hanya berlaku pada orang dewasa.
WHO tidak menyarankan penggunaan MSG pada bayi di bawah 12 minggu (Anonimous
2001).
MSG Pembangkit Citarasa
Asam
glutamat merupakan bagian dari kerangka utama berbagai jenis molekul protein
yang terdapat dalam makanan dan secara alami terdapat dalam jaringan tubuh
manusia. Beberapa diantara asam glutamat tersebut terdapat dalam bentuk bebas,
artinya tidak terikat dengan asam – asam amino lainnya, tetapi masih terdapat
dalam makanan. Hanya dalam bentuk bebas itulah asam glutamat mampu berfungsi
sebagai senyawa pembangkit citarasa makanan atau masakan. Glutamat bebas
tersebut dapat bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG
(Winarno 2004).
MSG
yang banyak dijual di toko-toko, diproduksi dalam skala komersial melalui
proses fermentasi dengan menggunakan bahan mentah pati, gula bit, gula tebu,
atau molases (tetes). Begitupun, menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah
Asia, WHO menggunakan MSG untuk program fortifikasi vitamin A. Di Indonesia
pernah dilakukan pada tahun 1996. Juga, penggunaan MSG bisa menjadi salah satu
pilihan dalam menurunkan konsumsi garam (sodium) yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi khususnya pada golongan manula. Hal ini karena untuk
mencapai efek rasa yang sama, MSG hanya mengandung 30% natrium dibanding garam.
Glutamat Di dalam Tubuh
Glutamat
diproduksi di dalam tubuh manusia dan mempunyai peranan pentng di dalam proses
metabolisme. Secara alami glutamat ditemukan di otot, otak, ginjal, hati dan
organ-organ lainnya termasuk juga di dalam jaringan. Selain itu, glutamat juga
ditemukan pada air susu ibu (ASI) dengan tingkat 10 kali lipat dari yang
ditemukan di susu sapi (Anonimous 2006).Rata-rata setiap orang mengkonsumsi
glutamat antara 10 sampai 20 gram dan 1 gram glutamat yang bebas dari makanan
yang kita makan setiap harinya.
Pada
kebanyakan diet glutamat sangat cepat dimetabolis dan digunakan sebagai sumber
energi. Dari segi pandangan nutrisi, glutamat termasuk non-essential amino
acid, yang berarti bahwa tubuh kita dapat memproduksi glutamate dari sumber
protein yang lain, jika memang diperlukan tubuh memproduksi sendiri glutamate
untuk berbagai macam kebutuhan essential (Anonimous 2006).
Efek Bahaya dari
Penggunaan MSG :
A.
Chinese Restaurant Syndrome
Tahun
1968 dr. Ho Man Kwok menemukan penyakit pada pasiennya yang gejalanya cukup
unik. Leher dan dada panas, sesak napas, disertai pusing-pusing. Pasien itu
mengalami kondisi ini sehabis menyantap masakan cina di restoran. Masakan cina
memang dituding paling banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala serupa yang
dialami seseorang sehabis menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant
Syndrome.
Bagaimana
sampai MSG bisa menimbulkan gejala di atas, masih dugaan sampai saat ini.
Tetapi diperkirakan penyebabnya adalah terjadinya defisiensi vitamin B6 karena
pembentukan alanin dari glutamat mengalami hambatan ketika diserap. Konon
menyantap 2 – 12 gram MSG sekali makan sudah bisa menimbulkan gejala ini.
Akibatnya memang tidak fatal betul karena dalam 2 jam Cinese Restaurant
Syndrome sudah hilang.
a. Kerusakan Sel Jaringan Otak
Hasil
penelitan Olney di St. Louis. Tahun 1969 ia mengadakan penelitian pada tikus
putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat
tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini menderita kerusakan jaringan otak.
Namun penelitian selanjutnya menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam
makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak.
Asam
glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, gamma-asam aminobutrat
menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa
individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi
signal dalam otak (Anonimous 20)
b. Kanker
MSG
menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang
berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi
dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan
protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa
karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama.
Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan
metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak
amat berpengaruh.
c. Alergi
MSG
tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga
bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat
terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan
cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang
efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa
hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin
atau bahkan oleh histamin (Winarno 2004).
Sumber :
Bahan-bahan
Kimia Berbahaya di Dalam Makanan
Sering tidak kita sadari bahwa dalam makanan yang kita konsumsi
sehari-hari ternyata mengandung zat-zat kimia yang bersifat racun, baik itu
sebagai pewarna, penyedap rasa dan dan bahan campuran lain. Zat-zat kimia ini
berpengaruh terhadap tubuh kita dalam level sel, sehingga kebanyakan kita akan
mengetahui dampaknya dalam waktu yang lama.
Dampak negatif yang bisa terjadi adalah dapat memicu kanker, kelainan genetik, cacat bawaan ketika lahir, dan lain-lain. Tidak ada cara untuk menghindar 100% dari bahan-bahan kimia itu dalam kehidupan kita sehari-hari, yang perlu kita lakukan adalah meminimalkan penggunaannya sehingga tidak melewati ambang batas yang disarankan. Karena selain banyak tersedia di pasaran, bahan-bahan tersebut juga harganya yang relatif sangat murah.
Berikut adalah contoh bahan-bahan yang bersifat racun yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari :
Dampak negatif yang bisa terjadi adalah dapat memicu kanker, kelainan genetik, cacat bawaan ketika lahir, dan lain-lain. Tidak ada cara untuk menghindar 100% dari bahan-bahan kimia itu dalam kehidupan kita sehari-hari, yang perlu kita lakukan adalah meminimalkan penggunaannya sehingga tidak melewati ambang batas yang disarankan. Karena selain banyak tersedia di pasaran, bahan-bahan tersebut juga harganya yang relatif sangat murah.
Berikut adalah contoh bahan-bahan yang bersifat racun yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Sakarin (Saccharin)
Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-kira 550 kali lebih manis dari pada gula biasa. Oleh karena itu ia sangat populer dipakai sebagai bahan pengganti gula. Tikus-tikus percobaan yang diberi makan 5% sakarin selama lebih dari 2 tahun, menunjukkan kanker mukosa kandung kemih (dosisnya kira-kira setara 175 gram sakarin sehari untuk orang dewasa seumur hidup).
Sekalipun hasil penelitian ini masih kontroversial, namun kebanyakan para epidemiolog dan peneliti berpendapat, sakarin memang meningkatkan derajat kejadian kanker kandung kemih pada manusia kira-kira 60% lebih tinggi pada para pemakai, khususnya pada kaum laki-laki. Food and Drug Administation (FDA) Amerika menganjurkan untuk membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita kencing manis dan obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap harinya.’
2. Siklamat (Cyclamate)
Siklamat adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-kira 30 kali lebih mains dari pada gula tebu (dengan kadar siklamat kira-kira 0,17%). Bilamana kadar larutan dinaikkan sampai dengan 0,5%, maka akan terasa getir dan pahit. Siklamat dengan kadar 200 mg per ml dalam medium biakan sel leukosit dan monolayer manusia (in vitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-sel tersebut pecah. Tetapi hewan percobaan yang diberi sikiamat dalam jangka lama tidak menunjukkan pertumbuhan ganda. Di Inggris penggunaan siklamat untuk makanan dan minuman sudah dilarang, demikian pula di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat.
3. Nitrosamin
Sodium nitrit adalah bahan kristal yang tak berwama atau sedikit semu kuning. Ia dapat berbentuk sebagai bubuk, butir-butir atau bongkahan dan tidak berbau. Garam ini sangat digemari, antara lain untuk mempertahankan warna asli daging serta memberikan aroma yang khas seperti sosis, keju, kornet, dendeng, ham, dan lain-lain. Untuk pembuatan keju dianjurkan supaya kandungan sodium nitrit tidak melampaui 50 ppm, sedangkan untuk bahan pengawet daging dan pemberi aroma yang khas bervariasi antara 150 – 500 ppm. Sodium nitrit adalah precursor dari nitrosamines, dan nitrosammes sudah dibuktikan bersifat karsinogenik pada berbagai jenis hewan percobaan. Oleh karena itu, pemakaian sodium nitrit harus hati-hati dan tidak boleh melampaui 500 ppm. Makanan bayi sama sekali dilarang mengandung sodium nitrit.
4. Zat Pewarna Sintetis
Dari hasil pengamatan di pasar-pasar ditemukan 5 zat pewarna sintetis yang paling banyak digemari di Indonesia adalah warna merah, kuning, jingga, hijau dan coklat. Dua dari lima zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini termasuk golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada tikus dan mencit mengakibatkan limfoma. Selain itu, boraks, juga merupakan zat pewarna favorit yang sering digunakan oleh produsen makanan.
5. Monosodium Glutamat (MSG)
Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin adalah penyedap masakan dan sangat populer di kalangan para ibu rumahtangga, warung nasi dan rumah makan. Hampir setiap jenis makanan masa kini dari mulai camilan untuk anak-anak seperti chiki dan sejenisnya, mie bakso, masakan cina sampai makanan tradisional sayur asam, lodeh dan bahkan sebagian masakan padang sudah dibubuhi MSG atau vetsin. Pada hewaan percobaan, MSG dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosi sel-sel neuron, degenerasi dan nekrosis sel-sel syaraf lapisan dalam retina, menyebabkan mutasi sel, mengakibatkan kanker kolon dan hati, kanker ginjal, kanker otak dan merusak jaringan lemak.
.